×
Movie Review: La La Land

Movie Review: La La Land


It's hard to read praises about movie you've been dying to watch. It's hard to listen to people's excitement about movie that you knew you're gonna like. But it's even harder to accept how easy it (the movie) turns you down.

Seperti itulah yang aku rasakan setelah menonton La La Land, film yang memborong Golden Globes terbanyak sepanjang sejarah. Sudah berkali-kali aku mengingatkan diriku sendiri untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi. Tapi itu susah. Ini garapan Damien Chazelle, sutradara di balik Whiplash (2014). Ini film musikal yang dialognya dinyanyikan. Dan ini film bintang lima, yang dipuji kritikus film dimana-dimana. How could I not expect anything??

La La Land bercerita tentang Mia (Emma Stone) dan Sebastian (Ryan Gosling). Mia mengejar impiannya sebagai aktris, Sebastian ingin membuka kafe jazz dimana dia bisa bebas memainkan lagu jazz klasik kesukaannya. Impian itulah yang menyatukan mereka. Tapi, impian itu juga yang membuat mereka harus mencintai dalam duka.


Halah. Aku terlalu mendramatisir. Tidak setragis itu kok kisah cinta mereka. Tidak se-touching itu juga perjuangan mereka mencapai impian. Uh-oh. Kok aku seperti menulis hateful post ya? Tapi, itulah kenyataannya. La La Land menjadi film (yang terasa) panjang dengan plot seadanya. Such a wasteful talent. Gosling dan Stone tidak perlu diragukan lagi skill aktingnya. Their chemistry is perfect. Bahkan, aku yang sebelumnya heran kenapa Gosling dianggap the sexiest man alive, merasa he is indeed sexy. Di film ini saja lho, bukan yang lain he he.

Sayangnya, aku merasa kecewa berat saat Mia menyanyi sendiri di audisi terakhir. It should be the most important moment karena setelah kegagalan di sana-sini, dia akhirnya dipanggil audisi di produksi bergengsi. Tapi, kenapa nyanyiannya terasa hambar ya? Aku bahkan sudah lupa apa yang dia ceritakan. Padahal, aku termasuk orang yang gampang baper (bawa perasaan) saat menonton film musikal lho. Hal ini membuatku membanding-bandingkan Stone dengan Anne Hathaway dalam Les Miserables (2012). Ingat tidak adegan di dalam bathtub saat dia menyanyi I Dreamed A Dream? Wah, itu emosinya luar biasa. Mungkin ini menjadi salah satu faktor dibalik kritik yang menyalahkan Chezelle karena tidak mengusung penyanyi betulan. Well, Hathaway juga bukan penyanyi. Lalu, apakah ini salah Stone?


Film musikal memang tidak populer di Hollywood. Film musikal yang diangkat dari play saja sedikit, apalagi yang orisinal ala modern seperti La La Land ini. Oleh karena itu, masih banyak kontroversi tentang deskripsi film musikal. Kalau para pemain Les Miserables harus menyanyi secara langsung saat syuting. Jadi, kurang lebih sama dengan play. Sedangkan pemain La La Land sudah recording dan tinggal lipsing saat syuting. Tapi, mengkritik film produksi Black Label Media ini dari "standard" film musikal itu tidaklah adil.

Sejak awal, Chazelle memang ingin menghadirkan film musikal modern. Nah, di sinilah aku tidak paham. Modern dalam hal apa? La La Land memang bukan kisah klasik. La La Land memang mengusung lebih banyak warna pop (if you count it as modern). Dan ada yang menganggap cara menyanyi Stone dan Gosling juga termasuk dalam modern yang dimaksud. If it's true, then it's a mistake. It's Chazelle's atau orang-orang Hollywood yang mendanainya. Coba tonton Hairspray (2007). Setting-nya hampir sama, tapi Nikki Blonsky sebagai pemeran utama bisa bernyanyi dengan emosi. Bagiku, itulah esensi film musikal sebenarnya. Emosi.


Tapi, di balik kekecewaanku terhadap emosi yang dibangun dan plot cerita yang dangkal, aku harus mengakui kalau sinematografi La La Land patut diacungi jempol. Adegan flashback di bagian akhir, lebih tepatnya. Perubahan setting-nya sangat luar biasa indah. Aku rekomendasikan untuk menonton La La Land di bioskop atau home theater. Your ear buds won't do it justice. Ah, seandainya saja sejak awal seperti ini, pasti jumlah orang yang merasa bosan saat menontonnya berkurang. Aku sama sekali tidak bisa memprediksi kemenangan La La Land pada Oscar 2017. I hope it won't win that much karena sepertinya masih banyak nominee lain yang lebih berbobot. Misalnya, Hacksaw Ridge, Manchester by the Sea, dan Lion.

6 komentar

  1. aku belum nonton La La Land ini sih, tapi ada beberapa temanku yang juga gak suka film ini masuk oscar hahaha XD

    BalasHapus
  2. Aku sebenarnya nggak terlalu ngikutin film banget. kalaupun ke bioskop, aku pasti senangnya milih film buat semua umur atau remaja, hehe. Tapi katanya La La Land bagus, jadi pengen nonton. Makasih udah review mbaak ^^

    BalasHapus
  3. Bener nih, dimana2 lagi booming film ini. mungkin beberapa tahun belakangan orang sudah merasa jenuh karena terlalu banyak film superhero, makanya begitu hadir La La Land ini langsung bikin gebrakan, secara kan dia genrenya musikal.
    Lagu John Legend ya salah satunya, katanya ikut tenar gegara La La Land ini :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada artikel yang bilang kalau orang Amerika lagi pengen film yang menyenangkan begini gara2 stress masuk era Trump :)) Masuk akal juga sih. Makanya ada kemungkinan La La Land menang banyak di Oscar dibandingkan film2 yang emang berbobot

      Hapus
  4. Di balik segala kekurangan film ini, aku tetap suka banget sama akting Ryan Gosling yang benar-benar total menurutku, dan kalau pantas tidaknya film ini dapat banyak penghargaan mungkin masalah selera orang Amerika yang mungkin menganggap film ini cukup keren dan layak dikasih penghargaan. Overall, aku cukup suka sama La La Land walaupun masih banyak kekurangan dan bukan salah satu film terbaik yang pernah aku tonton.

    BalasHapus
  5. Warganet lagi rame membandingkan film ini dengan The Greatest Showman. What do you think about those two?

    BalasHapus

Thanks for reading! Jangan lupa tinggalkan jejak di sini. If you own a blog, don't forget to link it. I will visit you later. x